Senin, 06 Mei 2013

Cerpen Anak-anak

Ahooyy.! kembali lagi bersama saya, hari ini saya punya cerpen lhoo.. dr adik/kakak kita .........

mau tau? tapi dipost nya satu2 yak...?? aku capek kesel,,, mboh ra roh kepiye kuwi (?) eh maaf :D kekeekkeke

yaudah langsung aja ya!

 

Yang pertama !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! *simpulkan ndiri okeeeeeehh!!!


ANTARA DUA BUKU

 karya Amatullah Nuha S.



"Bun, ayo!" teriak Tiara.

"Ke mana lagi, Sayang?" tanya Bunda.

"Ke toko buku. Novel incaranku sudah terbit,” balas Tiara.

"Lo, kemarin kan baru saja beli buku. ltu pun masih terbungkus rapi, Lagian, sekarang sudah sore. Besok kan  kamu masuk sekolah," kata Bunda.

"Yah, terus kapan, dong? pokoknya, Tiara mau beli sekarang. Biar nggak kehabisan!" rengek Tiara.

"Hhh ... oke, boleh. Tapi, naskah Bunda belum selesai. Dua hari lagi harus dikirim ke penerbit. Jadi, sama Kak Nisa saja, ya perginya. Oh, ya ... jangan lama-lama, ya. Beli bukunya juga jangan banyak-banyak," pesan Bunda.

"Kak Nisa!" panggil Tiara.

"Ya ...," Kak Nisa mengambil tas dan kunci motor.

Ia kemudian, berjalan ke garasi dan mengeluarkan motor.

“Bun, Tia berangkat dulu, ya. Assalamu’alaikum,” pamit Tiara.

“Ya. Wa'alaikumsalam ...,”

“Brrmm ... Brrmm ..."

Motor pun melaju cepat meninggalkan rumah. Tanpa menunggu lama, mereka pun sampai di toko buku yang mempunyai kolam ikan. Saat itu, para pengunjung cukup ramai. Tiara dan Kak Nisa berjalan cepat masuk toko buku. Kak Nisa ke bagian buku pelajaran. Sedangkan, Tiara berjalan ke bagian buku novel.

“Mana, ya? Fayi bilang, ada di rak dekat kolam ikan,” gumam Tiara.

Tiara kembali asyik mencari-cari buku yang diinginkannya.

“Duh ... kok belum ketemu, ya? Mana hari mau sore lagi!" gerutu Tiara.

“Tia, sudah ketemu belum? Lama amat, sih?” tanya kak Nisa.

“Lho, kok Kak Nisa sudah di sini? lya, nih Kak! Kok, belum ketemu, ya!" ujar Tiara bingung melihat buku di rak.

"Ya sudah. Kalau belum ketemu, pulang dulu, yuk! Sudah magrib, nih," ajak Kak Nisa.

"Yah ... sebentar lagi, Kak. Tunggu, ya ...," rajuk Tiara. "Nah, ini dia! Akhirnya ketemu juga. Kak, ini bukunya sudah ketemu!" ujar Tiara senang.

Mereka segera berjalan menuju kasir. Setelah membayar, mereka segera pulang ke rumah.


"Assalamu'alaikum, Bunda ...," teriak Tiara dari luar rumah.

"Waalaikumsalam, sebentar," balas Bunda ikut berteriak.


Bunda segera membuka pintu rumah.

"Bunda, aku sudah dapat bukunya," Tiara menunjukkan kepada Bunda. Sambil bernyanyi riang, ia langsung masuk ke kamar.

"Cuci kaki dan tangan dulu, Tiara," ujar bunda mengingatkan.

Tiara menurut. la lalu merebahkan diri di atas kasur dan segera membaca buku yang dibelinya tadi. Tak terasa, hari mulai malam.


"Kring ... kring ..."

Ada pesan singkat masuk. Tapi Tiara tidak menghiraukan. la terus asyik membaca bukunya.

“Tok … tok … tok “

Bunda membuka pintu.

“Tidur dulu, Tia. Sekarang sudah malam. Kamu sudah menyiapkan buku-buku untuk sekolah besok?” Tanya Bunda lembut.

“Iya, iya Bunda,” kata Tiara.

Tia turun dari tempat tidur dan menyiapkan buku-buku yg akan dibawanya besok.

Setelah itu, Tiara kembali asyik dengan bukunya. Tak terasa, malam makin larut. Ia pun mulai mengantuk.

“Hoah, ngantuk … tidur dulu, ah,” Tiara pun berjalan menuju ranjangnya.

Zzz … Tiara tertidur pulas.


"Kring ... Kring ..."

Alarm jam berbunyi. Tiara bangun dan

mematikan alarm. "Hmm sudah jam lima. Bangun, ah!"

Tiara berjalan mengambil handuk dan masuk kamar mandi. "Byur ... byur ..." Tak lama, ia pun keluar dari kamar mandi. Selesai mandi ia mengingat jadwal pelajaran hari ini. "Hmm ... Hari ini pelajaran apa, ya?" “Oh, Matematika, bahasa lnggris, lPS, dan lPA. Ya ampun, ada PR Matematika! Duh, lupa!" Tiara melirik jam dinding.


"Kring ... Kring ..."

Ada pesan singkat masuk lagi. Tiara memandang layar telepon genggam sekilas tapi Tiara tak menyentuh sedikit pun benda itu.

"Hhh ... sudah jam enam, saatnya makan." Akhirnya, Tiara membawa PR Matematika ke ruang makan.


"lni ada bakso ikan sama cap jay,” ujar Bunda.


Bunda mendekatkan makanan ke arah Tiara

dan Kak Nisa. Sambil makan, Tiara mengerjakan

PR dengan tergesa-gesa.

“PR apa? Serius bangetl" komentar Kak Nisa.

“Matematika," jawab Tiara.

“Kok baru dikerjakan sekarang?" tanya Bunda.

“lya. Hehehe ... lupa," jawab Tiara malu.

“Tuh kan, apa Bunda bilang...," kata Bunda.

" Alhamdulillah ...," ucap Tiara setelah selesai merjakan PR-nya. "Ayo, Kak, berangkat!" ajak Tiara sambil membereskan buku-bukunya.


Mereka berangkat sekolah dengan naik sepeda. Biasanya, mereka menempuh perjalanan selama 20 menit.

Tak berapa lama Kak Nisa berbelok memasuki gerbang sekolahnya. Sedangkan, Tiara berbelok menuju sekolahnya. Kebetulan sekolah Tiara terletak di sebelah sekolah Kak Nisa. Tiara bersekolah  di SD Bulan Berlian, kelas enam. Sedangkan, Kak Nisa bersekolah di SMP Pelangi Teladan, kelas delapan.

Tiara memasuki kelasnya dengan tenang. lihat, teman-teman sedang serius membaca. Ada apa, ya? tanya Tiara dalam hati.

"Sela, ada apa? Kenapa semua serius banget?” tanya Tiara kepada teman sebangkunya.

Sela menatap wajah Tiara dengan aneh, kemudian kembali belajar tanpa memedulikan pertanyaan Tiara.

"Hhh ...," dengus Tiara.

Tak lama, terdengarlah suara bel masuk. Anak-anak kelas satu hingga kelas enam berbaris di koridor kelas masing-masing. Setelah itu, mereka langsung memasuki kelas.

Bu Fira masuk kelas.

"Berdoa mulai!" kata Aini.

Anak-anak pun berdoa dengan khusyuk. Setelah itu, Bu Fira memulai pelajaran.

"Selamat pagi, semua! Bagaimana kabarnya pagi hari ini?" sapa Bu Fira. "Baik, Bu!" jawab murid-murid dengan serempak.

"Gimana, Anak-anak, sudah siap ulangan lPS?" tanya Bu Fira memastikan.

"Sudah, Bu!" jawab anak-anak.

"Hah? Ulangan? Waduh, gimana ini? Pantes saja teman-teman semua belajar serius." Batin Tiara.


"Baiklah!" ujar Bu Fira.

Bu Fira membagikan soal ulangan kepada muridnya. Meskipun tidak belajar, Tiara merasa sedikit tenang karena ia termasuk anak yang berotak encer.



Yah, soalnya isian semua. Mana pilihan gandanya, ya? gumam Tiara.

la pun membaca soal dengan hati-hati. Lembah seribu sungai adalah sebutan sungai ....

"Grrh ... apa, ya? Sungai Nil atau Amazon?" bisik Tiara.

la lalu menulis jawaban asal-asalan.

"Dua puluh menit lagi ...," kata Bu Fira mengingatkan.

Dengan cepat, Tiara menjawab soal-soal yang masih belum terjawab.


Akhirnya....

"Waktu habis, silakan dikumpulkan. Hasilnya berikan nanti sebelum pulang sekotah," kata Bu Fira memberi tahu.

Anak-anak lalu berjalan ke meja guru dan mengumpulkan soal sebelum memulai pelajaran selanjutnya.


"Sel, ulangannya dadakan, ya?" tanya Tiara masih penasaran.

"Enggak, tuh! Semalam, Bu Fira kirim SMS kepadaku," jawab Sela.

"Kenapa aku nggok dikasih tahu, ya?" tanya Tiara.



"Tapi, tadi pagi aku kirim SMS kamu, kok!"

"Oh, ya?"

"Ya!" Sela mengangguk pelan.

***


Menjelang pulang ....

"Anak-anak, saatnya lbu membagikan hasil tes kalian," kata Bu Fira.


Semua anak pun deg-degan menunggu hasilnya.

"Freda, Mila, Aini, mendapat hasil tertinggi dengan nilai 97! Selamat, ya," ucap Bu Fira.

"Untuk yang lain, Sela, Rara, Shara, Ela, Sinta, Mila, Siti, Ayu, kalian lebih semangat lagi belajar," ujar Bu Fira.

Mereka menerima hasilnya dengn lapang dada.

"Tiara ...," lanjut Bu Fira, “Belajar lagi, ya…,”


"Dapat 65 … huh ...,”  Tiara memandang nilainya dengan lesu.

la lalu kembali ke tempat duduknya.

"Tiara, nilaimu berapa?" tanya Sela.

"Aku cuma mendapat 65," jawab Tiara tersenyum kecut.

"Oh masa, sih? Biasanya nilaimu bagus," ujar Sela.


Tiba-tiba, butiran bening jatuh dari sudut mata Tiara.

"Eh, jangan nangis. dong," ujar Sela.

"lya," jawab Tiara singkat.


Butiran bening itu makin deras saja.

"Sudahlah, nggqk apa-apa. Aku juga dapat 65," hibur Sela.

Kali ini, Tiara lebih tenang sedikit.

"Fyuuh ... ada temannya juga. Biasanya, Sela  dapat nilai bagus. Terkadang, lebih bagus daripada aku," pikir Tiara.


Setelah Bu Fira memberikan salam anak-anak pun berhamburan pulang. Tiara terlihat menyesal. la menyesal terlalu bersemangat menyelesaikan membaca novelnya tanpa memeriksa pelajaran sekolahnya. Tiara teringat pesan ibunya bahwa ia tidak dilarang membeli dan membaca novel asal juga membaca buku pelajaran. Kemarin, gara-gara membaca novel ia menyia-nyiakan buku pelajarannya.


***



oke ini yang ke 2 *2 aja ya,,, aku capekkk cius aahh -.-?

 

genrenya SAD ENDING :'(




Senyum Terakhir

Karya Gufran Algifari

Dengan nafas yang terengah-engah setelah mengendarai sepeda, Aku terhenti saat kumelihat dia, aku tak tau siapa dia. Wajahnya cukup cantik dan manis, aku singgah membeli segelas air untuk melepaskan dahaga yang melanda tenggorokanku.

Setelah beristirahat aku langsung menggayuh pedal sepeda untuk pulang ke rumah. Sesampai dirumah, kedua orang tuaku sedang pergi ke sebuah tempat yang aku tidak tau. Aku segera pergi mandi karena badanku sudah bermandi keringat. Setelah mandi aku memakai pakaian dan menuju taman yang tak jauh dari kompleks rumahku. Aku kaget si dia juga sedang berada ditaman. Tanpa pikir panjang akulangsung menghapirinya.
“Hai…..”, kataku

Dengan senyum aku menyapanya.
Tapi dia tidak merespon dan tetap saja membaca sebuah novel. Sekali lagi aku mengulangi sapaanku.

“Hai.. boleh kenalan gak?”.
“Iya ada apa?”, katanya sambil menatap novel yang dibacanya.
“Aku boleh gak kenalan? Namaku Zhaky”, sambil mengulurkan jemariku.

Dia langsung berdiri lalu meletakkan bukunya di atas kursi dan memberi tahu namanya.
“Namaku Tamara”, katanya dengan senyum.
“Kamu tinggal dimana?”, kataku.
“Aku tinggal di sebelah kiri toko buku dekat gerbang kompleks. Aku baru pindah kemarin.”
“Oooo…. Kamu anak baru yah?”.
“Memang kenapa?”.
“Tidak kenapa-kenapa kok”.
“Ayo aku temani jalan-jalan di taman ini. Lagi pula gak enak juga kalau suasananya begini-begini saja”, pintaku.
“Ok.. baiklah”, katanya dengan lembut.

Langkah demi langkah mengawali perkenalanku dengan si dia yaitu Tamara. Kami berjalan mengeliling taman, dari pada hanya terdiam lebih baik aku memulai pembicaran. Aku menanyakan banyak hal kepadanya. Dan kami selalu menyelingi pembicaraan kami dengan candaan yang cukup untuk mengocok perut hingga sakit.
Sekarang sang mentari akan kembali ke peraduannya. Kami berjalan pulang bersama karena arah rumah kami searah. Tamara berada di depan kompleks sedangkan rumahku ada di lorong kedua sebeleh kanan di kompleks tempat tinggalku. Sesampai di depan rumah Tamara kami berhenti dan menyempatkan diri untuk bercanda sebentar.

Suara teriakan Ibunya yang memanggil membuat kami berdua kaget.
“Tamara… Tamara… ayo cepat masuk, udah hampir malam nih!”, teriak ibunya.
“Ya bu.. tunggu!, Zhaky aku duluan yah?”, katanya dengan senyum.
“Iya...”, kataku sembari membalas tersenyumnya.
“Kamu juga cepetan pulang, nanti di cariin sama Ibu kamu”.
“Ok… aku pulang yah.. dadah..!”, sambil berjalan dan melambaikan tangan.

Di perjalanan, aku hanya bisa berkata “baru kali ini aku bisa cepat berkenalan dengan seorang gadis, apalagi gadis seperti Tamara”. Kini aku berjalan di antara jalan yang sepi dengan sedikit penerangan dari lampu jalan yang mulai redup dan dikerumuni serangga.

Sesampai di rumah aku di marahi oleh Ibuku.
“Kamu ke mana aja”?, bentak Ibu.
“Maaf Bu, aku tadi dari keliling taman”, kataku sambil menunduk.
“Lain kali jangan pulang telat lagi yah?”.
“ Iya Bu”, sembariku meninggalkan ibu di teras rumah.

***

Keesokan paginya aku bertemu dengan Tamara, ternyata aku sama sekolah dengan dia, kemarin aku lupa bertanya sih. Aku langsung berlari menghapirinya.
“Tamara… Tamara…. tunggu aku!”, kataku sambil berlari.

Tamara berhenti dan memegang pundakku.
“Masih pagi-pagi kok dah keringatan kayak gini?, ini usap keringatmu!”, katanya sembari menyodorkan sapu tangannya.
“Iya nih, kamunya tuh. Kamu jalannya cepat amat!” .
“Iya maaf”, kataya sambil tersenyum.
“Ayo buruan. nanti pintu gerbangnya di tutup”.

Sesampai di sekolah aku langsung ke kelas dan ternyata Tamara juga sekelas dengan aku. Dia duduk di sampingku, karena Dino teman aku baru pindah sekolah dua hari yang lalu. Tamara maju ke depan kelas dan memperkenalkan dirinya ke teman-teman kelasku.
“Hai perkenalkan namaku Tamara Adelia, panggil aja aku Tamara. Aku baru pindah dari Makassar kemarin, semoga kita semua bisa menjadi teman yang akrab”.
“Ok….”, Teriak semua temanku.

Kini kami semakin dekat. Kami selalu bersama, kami duduk di depan kelas sembari bercerita tentang tugas sekolah.

“Kamu suka pelajaran apa?”, tanyaku.
“Aku paling suka pelajaran matematika”.
“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, padahal pelajaran itu agak rumit dan memusingkan”.
“Karena aku suka aja dengan pelajaran itu, kalau kamu sukanya pelajaran apa?”.
“Aku paling suka dengan pelajaran bahasa Indonesia, yah pelajaran sastra”.
“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, tanyanya.
“Seperti kamu tadi, aku suka aja dengan pelajaran itu. Aku sudah buat beberapa cerpen, mau baca?”, kataku sambil menyodorkan beberapa cerpen karyaku.
“Ini buatan kamu?, aku gak percaya”.
“Iyalah, ini buatan aku. Kamu baca yah dan berikan saran, ok?”.
“Ok…”, katanya sambil tersenyum.

***

“Tttttttteeettt….”, Bunyi bel menandakan kami akan melanjutkan ke pelajaran berikutnya. Tapi, guru yang mengajar tidak datang. Jadi aku dan Tamara bersama teman-teman yang lain hanya bercerita tentang hal-hal yang dapat mengocok perut.

Tak lama kemudian, kami pun pulang. Aku bersama Tamara dan temanku yang lain berjalan menuju pintu gerbang, menertawai hal yang tak patut ditertawai. Diperjalanan pulang Tamara berteriak, “Auuuuhh sakit, Zhaky bantu aku berdiri!”pintanya sambil meneteskan air matanya. kaki Tamara tersandung batu, dan kelihatannya kaki Tamara Terkilir.
“Sudah jangan nangis donk, pasti kamu akan sembuh kok”, kataku menyemangati.
“Iya Zhaky, tapi kaki aku sakit banget. Bantu aku berdiri donk!”, pintanya
“Auuuuhh…. Sakit!!”, katanya sambil merintih kesakitan.
“Sini biar aku gendong deh, gak apakan?” .
“Betul mau gendong aku, aku berat loh!”, katanya sambil tersenyum.
“sakit-sakit gini sempat aja ngelawak, sini naik cepat”.
“hehehe…. Aku beratkan?”, tanyanya, sambil tertawa.
“Gak kok..”, kataku sambil tersenyum.

Sesampai di depan rumah Tamara, Ibunya yang sedang membaca koran kaget saat melihat kedatanganku yang menggendong Tamara.
“Tamara, kamu gak apa-apakan nak?”.
“Gak apa-apa kok Bu”, kata Tamara.
“Kakinya terkilir tadi waktu jalan pulang tante”, kataku.
“Terima kasih yah nak ….”
“ Zhaky, tante!”, ucapku dengan maksud memperkenalkan diri.
“Iya terima kasih yah nak Zhaky”, katanya sambil tersenyum.
“Tamara, tante, Zhaky pulang dulu yah?”, kataku.
“Iyaa nak Zhaky, kapan-kapan main ke rumah yah?”, kata ibu Tamara.
“Baik tante”, kataku sambil tersenyum.

Sehabis menggendong Tamara punggungku rasanya ingin copot, benar juga kata Tamara badannya berat. Tapi, tidak apalah dari pada sahabat aku Tamara tidak pulang ke rumah. Sesampai dirumah aku langsung berganti pakaian dan makan siang. Sesudah itu aku langsung tidur karena aku lelah sekali sudah meggendong Tamara.

***

Keesokan paginya aku menunggu Tamara di depan rumahnya. Saat melihat dia keluar rumah, dia sudah bisa berjalan dengan baik. Aku kaget dan bengong melihatnya.
“Woii kamu kenapa bengong kayak gitu?”, tanyanya sambil mencubit pipiku.
“Akh gak apa kok!, eh kok cepat amat sembuhnya?”.
“Iyaa nih, semalam aku dibawa ke tukang urut, rasanya sakit amat waktu diurut”.
“Baguslah, daripada berjalan dengan pincang”, kataku sambil tersenyum.

Sampai di sekolah teman-teman ku berkumpul membicarakan sesuatu, aku dan Tamara bergegas ke sana dan mendengar apa yang di ceritakan teman-temanku itu.
“Teman-teman, besokkan kita libur bagaimana kalau kita liburan?”, kata Naila.
“Kita mau ke mana ?”, tanyaku memotong pembicaraan.
“Kita akan pergi liburan, baiknya kita ke mana?”, kata Denny.
“Bagaimana kalau kita pergi ke tempat rekreasi terkenal di kota ini!”, kata Tamara.
“Baiklah kita akan ke pantai Bira!”, kataku.

Tak sabar menunggu saat itu, aku menceritakan sedikit tentang pantai Bira kepada Tamara. Kami tidak memerhatikan penjelasan guru, akibat cerita kami yang semakin mengasyikkan. Tak lama kemudian bel istirahat pun berbunyi. Rasanya aku tidak ingin berpisah dengan sahabatku Tamara walau sekejap saja. Tapi, mungkin itu cuman perasaanku saja. Kami berkeliling sekolah mencari hal-hal yang baru dan melupakan apa yang aku banyangkan tadi.

Tidak lama kemudian, bel kembali berbunyi kami berlari ke kelas. Kami berlari sambil tertawa dengan senangnya. Rasanya hal ini adalah hal yang terindah bagiku. Sesampai di kelas kami duduk dan menunggu guru. Tak lama kemudian, guruyang mengajar pun datang.

Aku merasa agak tidak enak badan. Tamara iseng lagi mencubit pipiku dan Tamara kaget.
“Zhaky kamu gak apa-apa, kan?” tanyanya dengan khawatir.
“Aku gak apa-apa kok”, kataku dengan nada yang pelan.
“Kamu sakit dan aku harus antar kamu pulang!”, katanya sambil berjalan menujuguruku.
“Pak, Zhaky sakit”, katanya.
“Baiklah bawa dia pulang, kamu mau mengantarnya?” tanya pak guru.
“Iya pak aku bisa kok”, katanya.

Berhubung sudah hampir pulang Tamara memasukkan barang-barangku ke dalam tas
lalu dia juga membereskan barang-barangnya.
“Ayo aku antar kamu pulang”, katanya.

Tamara meminta izin mengantar aku pulang. Sambil memegang jemari-jemariku dan sesekali memegang keningku. Tamara selalu bertanya tentang keadaanku. Tapi, aku hanya bisa menjawabnya dengan kalimat, “Aku baik-baik saja kok, gak usah khawatir!”.
Sesampai di rumah aku langsung di bawa Tamara ke kamarku sembari ibu mengomel-ngomeliku.
“Ini sebabnya kalau makan gak teratur!!”, katanya.
“Sudah tante, Zhaky ‘kan lagi sakit”, pinta Tamara ke Ibuku.
“Biarlah nak, biar dia tahu rasa”, kata Ibuku.
“Kalau begitu aku pulang dulu tante”.
“Nak nama kamu siapa?”.
“Nama aku Tamara, tante”.
“Terima kasih yah nak Tamara, udah bawa pulang anak tante ini”.
“Iya, sama-sama tante”, katanya.
Aku melihat senyuman indah dari Tamara saat akan keluar dari kamarku.

***

Keesokan paginya, rasanya badanku sudah sehat. Aku bergegas menyiapkan barang yang akan ku bawa. Aku mandi dan sesudah itu berpakaian rapi dan langsung menuju rumah Tamara. Tapi, Tamara sudah berangkat duluan. Aku langsung kesekolah. Sampai di sekolah aku melihat Tamara dan langsung menghampirinya.
“Zhaky, kamu udah sembuh?”, katanya.
“Iya.. aku udah sembuh kok”.
“Betul aku udah sembuh”, kataku sambil meraih tangannya dan meletakkannya dikeningku.

Tak berapa lama kemudian, bus yang akan mengantar kami ke pantai Bira pundatang. Aku duduk di belakang bersama anak lelaki lainnya. Tamara berada didepan bersama teman perempuannya. Di perjalanan rasa gelisahku semakin tak menentu. Aku memiliki firasat buruk dan naas tak enak . Berselang beberapa lama mobil yang aku tumpangi kecelakaan.

Aku merasa kepalaku sakit, saat ku pegang kepalaku mengeluarkan darah yang banyak. Tapi, yang ada di pikiranku sekarang adalah sahabatku… Tamara. Aku langsung berteriak dengan nada yang lemah. “Tamara.. kamu gak apa-apa, kan?”. Aku tak mendengar suaranya sama sekali. Aku melihat teman-temanku terluka dan mengeluarkan banyak darah. Saat aku ke tempat duduk Tamara, aku melihat kepala Tamara mengeluarkan banyak darah. Rasa sakit yang aku rasa membuat aku pingsan.
“Zhaky, Zhaky, bangun nak, ibu di sini”, kata ibuku sambil menangis.

Mendengar suara itu, aku terbangun. Aku sekarang berada di rumah sakit, aku kaget dan berteriak.
“Dimana Tamara Bu? Tamara baik-baik sajakan Bu?”.

Ibu hanya terdiam sambil menatap ayah.
“Ibu apa yang terjadi?”, aku mulai meneteskan air mata.
“Maaf nak, kini Tamara sudah berada di tempat lain”, dengan nada yang pelan ibu memberitahuku.
“Jadi maksud ibu?”.
“Iya Nak, Tamara telah meninggal akibat kecelakaan itu”, kata ibu sembari memelukku.

Aku terduduk di ranjang dan dipeluk ibu sambil menangis dengan keras dan berkata “ kenapa dia terlalu cepat meninggalkan aku Bu?”. Aku terdiam dan mengingat saat aku sakit, dia memberiku senyuman yang kuanggap indah itu dan menjadi  senyuman terakhir  darinya.
 






okee........... sampai sini duu yaaa... mau ngilang ^^ *cliiiggggkkk
nantikan post berikutnya !

SALAM BANGSA INDONESIA *hormat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar